Pramono Resmi Luncurkan Pasukan Putih, JakCare, dan JakAmbulans

Pramono Resmi – Pramono Anung kembali mengguncang publik dengan gebrakan barunya. Di tengah kritik tajam terhadap lambannya respons layanan publik di ibu kota, Pramono justru tampil berani. Ia meluncurkan tiga inisiatif sekaligus yang diklaim akan mengubah wajah layanan kesehatan dan sosial di Jakarta: Pasukan Putih, JakCare, dan JakAmbulans.

Langkah ini bukan sekadar pencitraan. Di balik nama-nama program itu, tersimpan ambisi besar untuk mendobrak tatanan lama yang terlalu nyaman dengan birokrasi. Warga Jakarta selama ini kerap mengeluh soal lambannya ambulans datang, kurangnya edukasi kesehatan, hingga tidak adanya layanan respons cepat untuk kasus darurat sosial. Dan Pramono, tampaknya tak mau membiarkan keluhan-keluhan itu sekadar berakhir di media slot kamboja bet 100.

Pasukan Putih: Tentara Kesehatan di Jalanan

Pasukan Putih bukan nama militer. Tapi tampilannya seperti pasukan perang—dengan seragam putih mencolok, sepatu bot, dan perlengkapan medis di punggung. Mereka adalah tenaga kesehatan keliling yang siap menjangkau wilayah terpencil atau padat penduduk. Pramono menyebut mereka sebagai “barisan depan kemanusiaan Jakarta.”

Fungsi mereka lebih dari sekadar memeriksa tekanan darah atau mengedukasi warga soal diabetes. Mereka di tugaskan menyisir kampung-kampung, rumah susun, gang sempit, bahkan pasar tradisional, untuk melakukan skrining kesehatan langsung dan memberikan pertolongan pertama. Lebih dari itu, mereka juga punya kewenangan mengakses sistem layanan gawat darurat jika di perlukan.

Pramono tampaknya sadar betul bahwa rumah sakit bukan satu-satunya tempat penyelamatan nyawa. Kadang, nyawa bisa di selamatkan hanya jika tindakan medis awal bisa di lakukan secepat mungkin, bahkan sebelum ambulans datang.

JakCare: Bukan Sekadar Call Center Sosial

JakCare bukan fitur pelengkap. Ia di rancang sebagai layanan berbasis teknologi yang beroperasi 24 jam. Tapi jangan bayangkan call center biasa. Layanan ini di klaim mampu memantau laporan masyarakat, merespons dalam hitungan menit, dan langsung mengkoordinasikan respons dari unit terkait.

Misalnya, ada warga lansia yang tiba-tiba kolaps di pinggir jalan. Seorang pejalan kaki tinggal menghubungi JakCare, dan dalam waktu singkat sistem akan menghubungkan informasi tersebut ke Posko Pasukan Putih terdekat. Tak lama, ambulans pun segera bergerak.

Pramono menyisipkan sistem Artificial Intelligence di dalam JakCare agar layanan ini tak mandek hanya karena keterbatasan sumber daya manusia. Chatbot yang terintegrasi bisa menyaring laporan hoaks atau spam, dan memastikan laporan penting di prioritaskan. Ini cara baru memanfaatkan teknologi untuk menjawab masalah klasik: lambatnya pelayanan publik.

JakAmbulans: Ambulans Rakyat, Bukan Sekadar Formalitas

JakAmbulans bukan ambulans biasa. Mereka di lengkapi sistem navigasi real-time, pemantau medis digital, dan terhubung langsung dengan pusat kendali Jakarta Smart City. Targetnya jelas—waktu respons harus di bawah 10 menit untuk kasus gawat darurat.

Selama ini, masyarakat kerap mengeluh bahwa layanan ambulans di Jakarta lebih seperti hiasan anggaran. Lambat, sulit di akses, dan lebih sering di pakai untuk seremoni ketimbang penyelamatan. Pramono merespons sinis itu dengan meluncurkan JakAmbulans, yang di janjikan tidak akan lagi di kelola dengan cara lama. Sopir dan tim medis di dalamnya di latih secara khusus, bahkan melewati pelatihan mirip standar militer: cepat, sigap, dan anti ribet.

Tak tanggung-tanggung, ia pun menggandeng berbagai rumah sakit rujukan, puskesmas, dan komunitas lokal agar sistem JakAmbulans terintegrasi dan tak berdiri sendiri. Bahkan, melalui QR Code yang di sediakan di ruang publik, warga bisa langsung memanggil ambulans hanya lewat satu slot777 gacor.

Simbol Baru, Harapan Baru

Peluncuran ini mengundang banyak reaksi. Ada yang kagum, ada pula yang skeptis. Tapi satu hal yang pasti, Pramono telah menyalakan api perubahan. Ia tidak hanya bicara soal visi, tapi langsung terjun mengeksekusi. Tiga program yang di luncurkan ini bukan sekadar simbol. Ia adalah cermin dari ketegasan dan keinginan kuat untuk membongkar zona nyaman layanan publik di Jakarta yang selama ini di anggap tak tersentuh.